Seketika aku takut menjadi tua...
Hari ini aku sedang mengerjakan tugas sambil mendengarkan
lagu.
Lagu ‘Endless Love’ secara tiba2 membuatku teringat akan
bapak. Ya, bapakku..
Tadi pagi aku me’misscall’ dia dan tak lama dia meneleponku
balik. Sebenarnya miscall itu tak sengaja terjadi karena aku sedang mengatur
kontak di telepon genggam.
Kami berbicara tidak lebih dari 5menit. Dalam pembicaraan
itu, terjadi satu hal yang tak pernah terlintas dipikiranku untuk bapakku
lakukan. Hal ini pernah melintas dipikiranku kala dulu, tapi mustahil bapakku
melakukannya karena dia bukan sosok yang bisa bercanda sedemikian rupa.
Tanpa kuduga, saat bertanya apa yang sedang dia lakukan, dia
membuat lelucon yang belum pernah dialakukan. Saat itu dia sedang menggoreng
ubi untuk sarapannya. Saat berbincang-bincang perihal yang lain dan aku hendak
mengakhiri pembicaraan kami saat itu, dia mengatakan bahwa apa yang dia masak
sungguh enak. Dia bilang, “Cok cium, enak kali bah...” (kembali aku menangis,
karena aku masih ingat seperti apa rasa sup dan sambal ikan teri masakannya),
aku merindukan masakan itu, namun kini akulah yang seharusnya memasak untuknya.
Bapakku adalah orang yang sangat rajin, saking rajinnya aku
kesal karena dia kerap membangunkan kami pukul 5 pagi, bahkan sebelum jam
segitu. Dan hal ini mengingatkanku pada masa kecil kami dulu di rumah bibiku.
Jika ada hal2 yang ingin kami lakukan bersama pada pagi itu, kami memintanya
untuk membangunkan kami berdua (aku dan kakak kedua). Tak jarang kami beribadah
di tempat yang berbeda, kami di GKPS, sedangkan bapak di KHBP. Sepulang gereja,
kami berbincang-bincang tentang banyak hal, sebab kami juga memiliki limit
waktu untuk bersama dengannya tiap akhir pekan. Aku dan kakak sangat
menanti-nantikan kedatangannya setiap sabtu petang, bukan hanya karena kami
merindukannya dirinya, tetapi setiap buah tangan yang dia bawa membuat kami dan
bibi bahagia. Sebenarnya berat bagi dia untuk meninggalkan kakak tertua, namun
dia juga merindukan kami pastinya. Sering setelah kepulangannya aku berlari ke
kamar dan berdiam di tempat tidur sembari menangis.
Saat dia mengatakan masakan itu enak, dia menyuruhku untuk
mencium aroma masakannya. Bagaimana mungkin hal itu bisa terjadi... Aku tahu
ini leluconnya. Dan spontan aku katakan, “Iya Pak, enak kali ya?!.” karena di saat
yang sama pula aku mencium aroma masakan yang datangnya mungkin dari ibu
kostku. Momen yang sangat indah-mengalami apa yang dia katakan sekalipun kami
berada di dimensi ruang yang berbeda.
Aku ternyata selama ini salah mengenal dirinya. Sering aku
‘menyuruhnya’ untuk tertawa di telepon dan dia melakukannya, sehingga kami jadi
tertawa bersama (benaran). Aku baru menyadari, rupanya dia juga ingin memiliki
kehangatan seperti yang orang lain miliki.
Aku membayangkan diriku ada di dalam pernikahanku yang entah
dengan siapa. Saat itu aku bisa merasakan betapa pedihnya hatiku ‘meninggalkan’
dia. Aku tak kuasa membendung air mata saat membayangkan dia memberikan aku,
puterinya, yang dia kasihi kepada pria lain untuk dijaga.
Jika aku berada jauh darinya, siapa yang akan merawatnya?
Dia sudah terlalu lama sendiri. Aku pun mungkin tak mampu terus ada
bersama-sama dengan dia sekalipun aku berharap demikian.
Kami bukanlah orang yang cocok saat bersama, namun aku seringkali
menyimpan rindu yang teramat dalam dan tak kuasa menahan air mata saat aku
merindukannya dan mengingat dia di kala aku sakit.
Aku berdoa pada Bapa supaya dalam masa tua bapak, jiwa dan
imannya Tuhan yang genggam erat.
Aku mengasihimu, bapakku...
Tuhan yang pelihara saat engkau jauh dari pandanganku, saat masa
tua dan sampai memutih rambutmu.
March 28th, 2016 3.27 pm