Awalnya “Heirs” hanya untuk membuang kepenatan di sela-sela
pekerjaan. Tak lama melihatnya, aku memutuskan untuk mengikutinya. Aku
mengawalinya di cerita ke-15, tapi setelah mendapatkan serinya dengan lengkap,
aku mundur ke awal sekali.
“Roma” mematrikan sebuah tulisan yang tak bisa kulupakan
bahwa apapun tak akan bisa memisahkan aku dari sebuah kasih seorang Pribadi.
Hari ini tepat hari berkumpul setiap minggunya. Dalam tuntunan dan “bincang2”
yang disampaikan, aku mendengar bahwa semuanya yang terjadi adalah BIASA!! Tak
ada yang luar biasa...
Aku mengiyakan hal itu. Saat mataku masih tertutup aku
mendengar sesuatu berbisik dalam hatiku, menuntunku ke “Roma” yang tak
kulupakan itu-semuanya terlalu biasa hingga itu semua tak mampu membuat aku dan
Dia terpisah... Hanya Kasih saja yang luar biasa, sehingga hanya itu yang dapat
membuat kami tak terpisahkan.
Kembali ke awal cerita...
Masih dalam cerita panjang dengan mata tertutup, aku teringat sosok ibu, mama(k), bunda, uni, mother... Di “Heirs” aku menemukan pernyataan yang (mungkin) tak akan salah bahwa sosok yang kusebutkan di atas adalah kata yang paling indah di dunia dalam bahasa internasional yang pertama kali kukenal.
Masih dalam cerita panjang dengan mata tertutup, aku teringat sosok ibu, mama(k), bunda, uni, mother... Di “Heirs” aku menemukan pernyataan yang (mungkin) tak akan salah bahwa sosok yang kusebutkan di atas adalah kata yang paling indah di dunia dalam bahasa internasional yang pertama kali kukenal.
Aku lupa kapan terakhir kali menyebutkan kata itu, namun aku
juga tak pernah lupa kapan terkahir kali menyebutkannya.
Mungkin aku terdengar begitugalau aneh. Melakukan dua hal yang bertolak
belakang bersamaan.
Aku mengatakan lupa kapan terakhir kali menyebutkannya karena tidak setiap hari aku menyebut namanya, bahkan dalam doa, aku lupa kapan...
Aku mengatakan tak pernah lupa kapan karena saat aku memanggil nama itu, aku mengalami ujian yang sangat berat bagi seorang anak berusia dua tahun yang sedang sakit dan hanya ingin berterima kasih atas apa yang telah dilakukannya padaku. Aku mendapat boneka “monkey”, boneka pertama dalam hidupku, kuperoleh saat aku sakit. Aku masih bisa mengingat saat itu aku mendapatkan pukulan yang tak mampu ditampung oleh hatiku yang berukuran tak seberapa.
Sejak saat itu aku takut menyebutkan kata itu lagi. Aku hanya ingin berterima kasih pada orang yang tak seharusnya menyayangiku namun yang telah melakukan yang seharusnya seorang ibu lakukan..memberikan curahan kasih sayang. Karena rasa terima kasihku itu aku harus mendapatkan pukulan dari orang yang seharusnya mendapat kasih sayang itu. Aku tahu bahwa dia sudah mendapatkan segalanya, tapi dia tidak mengerti bahwa aku hanya mendapatkan hal seperti ini hanya sekali.
Mungkin aku terdengar begitu
Aku mengatakan lupa kapan terakhir kali menyebutkannya karena tidak setiap hari aku menyebut namanya, bahkan dalam doa, aku lupa kapan...
Aku mengatakan tak pernah lupa kapan karena saat aku memanggil nama itu, aku mengalami ujian yang sangat berat bagi seorang anak berusia dua tahun yang sedang sakit dan hanya ingin berterima kasih atas apa yang telah dilakukannya padaku. Aku mendapat boneka “monkey”, boneka pertama dalam hidupku, kuperoleh saat aku sakit. Aku masih bisa mengingat saat itu aku mendapatkan pukulan yang tak mampu ditampung oleh hatiku yang berukuran tak seberapa.
Sejak saat itu aku takut menyebutkan kata itu lagi. Aku hanya ingin berterima kasih pada orang yang tak seharusnya menyayangiku namun yang telah melakukan yang seharusnya seorang ibu lakukan..memberikan curahan kasih sayang. Karena rasa terima kasihku itu aku harus mendapatkan pukulan dari orang yang seharusnya mendapat kasih sayang itu. Aku tahu bahwa dia sudah mendapatkan segalanya, tapi dia tidak mengerti bahwa aku hanya mendapatkan hal seperti ini hanya sekali.
Apa yang pernah kudapatkan “sekali” itu lah yang membawaku
pulang kembali untuk melakukan hal yang sama berkali-kali... Dia pantas
mendapatkannya. Hatiku begitu tak tahan untuk melihatnya berbaring terlalu
lama. Aku bahkan tak pulang ke rumahku sendiri hanya untuk menemaninya di rumah
sakit daam waktu dua hari yang kupunyai, seutuhnya... Aku selalu datang dengan
berat hati, namun aku pulang dengan sukacita yang tak terkatakan, namun hal itu
berarti kesedihan yang dalam buatnya. Setiap kali kami memiliki kesempatan
bercerita melalui ponsel, tak pernah dia tidak terbata-bata dalam berbahasa...
Terima kasih bagiMu yang memberikan sesuatu yang “LUAR
BIASA” bagiku...
Terima kasih padaMu yang memilihku untuk tak akan
terpisahkan...
Terima kasih bahwa itu semua nyata adanya...